BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di antara orang Sunda, siapa tak mengenal oncom.
Makanan yang dibuat dari bahan kacang tanah yang diragikan ini menjadi salah
satu produk budaya yang dikenal dari daerah pasundan. Sentra produksi oncom di
Jabar sebenarnya banyak, salah satunya di
Desa Pasireungit, Kec. Paseh, Kab. Sumedang. Desa penghasil oncom itu sebenarnya bernama Pasir Leu ngit, namun karena banyak orang ingin menyebut mudah dengan nama Pasireungit. Namun ini juga bukan berarti desa itu dikenal banyak nyamuknya, karena dalam Bahasa Sunda artinya bukit nyamuk.
Desa Pasireungit, Kec. Paseh, Kab. Sumedang. Desa penghasil oncom itu sebenarnya bernama Pasir Leu ngit, namun karena banyak orang ingin menyebut mudah dengan nama Pasireungit. Namun ini juga bukan berarti desa itu dikenal banyak nyamuknya, karena dalam Bahasa Sunda artinya bukit nyamuk.
B. Rumusan Masalah
Dengan
melihat latar belakang yang dikemukakan diatas, maka kami penulis merumuskan
beberapa masalah :
1. Bagaimana
karakteristik masyarakat pengrajin oncom Pasireungit?
2. Bagaimana kebudayaan
masyarakat pengrajin oncom Pasireungit?
3. Bagaimana struktur
masyarakat Pasireungit?
4. Bagaimana sistem
medis di Pasireungit?
C. Tujuan Praktek Belajar Lapangan
Penulisan ini bertujuan untuk :
Penelitian dikatakan
berhasil, apabila terdapat kesesuaian antara tujuan dan hasil yang di inginkan.
Adapun tujuan dari penelitian yang telah dilakukan sehingga terselesaikannya
makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui
Bagaimana karakteristik masyarakat pengrajin oncom Pasireungit?
2. Untuk Untuk mengetahui mengetahui Bagaimana
kebudayaan masyarakat pengrajin
oncom Pasireungit?
3. Untuk mengetahui
Bagaimana struktur masyarakat
Pasireungit?
4. Untuk mengetahui
Bagaimana sistem medis di Pasireungit
D. Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat penulisan ini, yaitu :
- Melatih
dan menguji dalam membuat makalah.
2. Bagaimana
karakteristik masyarakat pengrajin oncom Pasireungit?
3.
Bagaimana kebudayaan masyarakat pengrajin oncom
Pasireungit?
4.
Bagaimana struktur masyarakat Pasireungit?
5.
Bagaimana sistem medis di Pasireungit?
E. Metode Praktek Belajar
Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan
beberapa metode, yaitu:
1.
Metode observasi, yaitu pengamatan, peninjauan secara
cermat. Metode ini dilakukan untuk mendapat data yang diperlukan yaitu dengan
cara menginjungi langsung tempat yang dijadikan bahan untuk membuat karya
tulis.
2.
Metode literatur, yaitu mengumpulkan data yang
informasinya dengan bantuan dari berbagai sumber, baik dari buku-buku yang
berhubungan dengan makalah ini.
F.Lokasi dan Waktu Praktek Belajar
1.
Lokasi
Lokasi yang dijadikan
tempat penelitian yaitu”Desa Pasireungit” yang berada di kecamatan Paseh
Kabupaten Sumedang.
2.
Waktu Penelitian
Adapun waktu
penelitian yaitu dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 22 Mei 2011 sekitar pukul
9.30-13.00 WIB.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam makalah ini
terdiri dari:
Bab I merupakan pendahuluan, yang terdiri dari:
Latar belakang masalah
Rumusan masalah
Tujuan Praktek Belajar Lapangan
Manfaat penulisan
Metode Praktek Belajar Lapangan, dan
Sistematika penulisan.
Bab II merupakan landasan teori yang terdiri dari:
Sejarah
perkembangan oncom
Perkembangan Oncom Pasireungit
Cara Pembuatan Oncom
Bab III merupakan pembahasan yang terdiri dari:
Karakteristik Masyarakat Pasireungit
Kebudayaan Masyarakat Pasireungit
Struktur Masyarakat Pasireungit
Sistem Medis Masyarakat Pasireungit
Bab
IV merupakan penutup yang terdiri dari:
Kesimpulan
Saran.
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB
II
LATAR BELAKANG ONCOM PASIREUNGIT
A.
Sejarah Oncom Psireungit
Perajin oncom
Pasireungit, Tarmedi (65) dan istrinya, Ma Idah (54), menyebutkan, cerita dari
para kokolot desa mengatakan, usaha pembuatan oncom tadinya berawal dari
kebiasaan lama masyarakat setempat yang senang memakan makanan yang sengaja
dibusukkan. Makanan kegemaran mereka, roay, tauge, ikan, kacang tanah, dll,
selalu dibusukkan dahulu sebelum dimakan."Semakin busuk, saat itu rasanya
dirasakan semakin enak, bahkan untuk sayuran, laleueur (cairan licin) hasil
pembusukan dirasakan nikmat. Kalau produksi oncom, diawali saat masyarakat
senang membusukkan kacang tanah sampai berjamur," kata Tarmedi senada Ma
Idah.
Sedangkan pembuatan oncom untuk skala usaha, umumnya dimulai tahun 1965, walau penjualan kebanyakan ala kadarnya namun mampu menembus pasar Bandung dan sekitarnya. Saat itu, banyak perajin oncom menjualnya secara asongan hanya dengan naik sepeda, bahkan berjalan kaki berangkat sore dari Pasireungit lalu singgah di Kec. Tanjungsari, lalu dini hari berangkat ke Bandung.
Sedangkan pembuatan oncom untuk skala usaha, umumnya dimulai tahun 1965, walau penjualan kebanyakan ala kadarnya namun mampu menembus pasar Bandung dan sekitarnya. Saat itu, banyak perajin oncom menjualnya secara asongan hanya dengan naik sepeda, bahkan berjalan kaki berangkat sore dari Pasireungit lalu singgah di Kec. Tanjungsari, lalu dini hari berangkat ke Bandung.
B.
Perkembangan Oncom
Psireungit
Usaha
oncom Desa Pasireungit sudah turun-temurun diusahakan masyarakat setempat, yang
menurut warga sudah dilakukan sebelum tahun 1942. Masa kejayaan oncom
Pasireungit dialami tahun 1965 sampai pertengahan tahun 1980-an, di mana kini
para perajinnya masih berupaya bertahan.
Penjualan oncom Desa Pasireungit mulai "dikembangkan" akhir tahun 1980-an, di mana beberapa pemilik usaha menggunakan berbagai agen sampai ke Bandung. Namun kebanyakan, pemilik usaha produksi oncom masih senang menjual sendiri secara berkeliling, walaupun risikonya capek dua kali dan tak jarang membawa sisa oncom dibawa pulang.
Namun karena berbagai sebab, usaha pembuatan dan perdagangan oncom Pasireungit berangsur menurun kegairahannya, dari semula sedikitnya 60-an kepala keluarga (KK) kini hanya tinggal 7-10 KK.
Dari mereka yang masih bertahan, hanya 1-2 orang yang usahanya dalam skala "besar", sisanya diusahakan secara kecil-kecilan, yang tampak belum ada perkembangan lagi.
Beberapa perajin oncom Desa Pasireungit umumnya menyebutkan, kondisi ini disebabkan situasi pasar dan upaya pemasaran yang belakangan kurang lagi mendukung. Apalagi saat ini, "gempuran" makanan modern
semakin gencar, yang disertai promosi kuat sehingga lebih mampu memikat generasi muda.
Di lain pihak, beberapa perajin menyebutkan, adalah beratnya situasi usaha, terutama akibat semakin meningkatnya harga bahan baku.
Penjualan oncom Desa Pasireungit mulai "dikembangkan" akhir tahun 1980-an, di mana beberapa pemilik usaha menggunakan berbagai agen sampai ke Bandung. Namun kebanyakan, pemilik usaha produksi oncom masih senang menjual sendiri secara berkeliling, walaupun risikonya capek dua kali dan tak jarang membawa sisa oncom dibawa pulang.
Namun karena berbagai sebab, usaha pembuatan dan perdagangan oncom Pasireungit berangsur menurun kegairahannya, dari semula sedikitnya 60-an kepala keluarga (KK) kini hanya tinggal 7-10 KK.
Dari mereka yang masih bertahan, hanya 1-2 orang yang usahanya dalam skala "besar", sisanya diusahakan secara kecil-kecilan, yang tampak belum ada perkembangan lagi.
Beberapa perajin oncom Desa Pasireungit umumnya menyebutkan, kondisi ini disebabkan situasi pasar dan upaya pemasaran yang belakangan kurang lagi mendukung. Apalagi saat ini, "gempuran" makanan modern
semakin gencar, yang disertai promosi kuat sehingga lebih mampu memikat generasi muda.
Di lain pihak, beberapa perajin menyebutkan, adalah beratnya situasi usaha, terutama akibat semakin meningkatnya harga bahan baku.
C. Cara
Pembuatan Oncom
Produksi
oncom dilakukan secara sederhana, di mana bahan baku kacang tanah. Pertama,
kacang tanah digiling
menjadi ukuran yang lebih kecil tetapi tidak terlalu halus. Kedua, setelah
menjadi ukuran yang lebih kecil, kacang tanah itu dibersihkan supaya kulit
kacangnya tidak terlalu banyak menggunakan nampan atau dalam bahasa Sunda
sering disebut dengan “ditapi”. Ketiga, kacang itu dibungkus oleh plastik
kemudian dikukus seperti menanak nasi. Pengkukusan itu dilakukan secara
sederhana seperti kebiasaan menanak nasi di tungku. Waktunya pun sampai kacang
itu matang. Keempat, kacang yang sudah matang itu di fres untuk dikeluarkan minyaknya. Dalam
pengefresan itu juga sekaligus untuk mncetak menjida bentuk yang bulat. Kacang
tanah yang sudah tdak ada minyak dan berbentuk bulat itu disebut bungkil. Kelima,
dibentuk dalam ukuran potongan yang disimpan dalam rak sambil diberi ragi dan diperam selama 4 hari, sampai akhirnya siap dijual.
BAB III
MASYARAKAT PENGRAJIN ONCOM PASIREUNGIT
A.
Karakteristik Masyarakat Pasireungit
Masyarakat
desa Pasireungit memiliki
ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang
tampak dalam perilaku keseharian mereka. Namun demikian, dengan adanya perubahan
sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang
sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. Berikut ini disampaikan
sejumlah karakteristik masyarakat desa Pasireungit, yang terkait dengan etika dan budaya mereka, yang
bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui. Setidaknya, ini menjadi
salah satu wacana bagi kita yang akan bersama-sama hidup di lingkungan
pedesaan.
1.Sederhana
Kesederhanaan ini terjadi karena dua hal:
a. Secara budaya memang tidak senang menyombongkan diri.
Kesederhanaan ini terjadi karena dua hal:
a. Secara budaya memang tidak senang menyombongkan diri.
b.
Tempatnya jauh dari perkotaan, sehingga masyarakatnya masih sederhana.
2. Mudah curiga
Secara umum, masyarakat desa akan menaruh curiga pada:
a. Hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminya.
b. Seseorang/sekelompok yang bagi komunitas mereka dianggap “asing” .
Secara umum, masyarakat desa akan menaruh curiga pada:
a. Hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminya.
b. Seseorang/sekelompok yang bagi komunitas mereka dianggap “asing” .
3. Menjunjung tinggi
“unggah-ungguh”
Sebagai “orang Timur”, orang desa sangat menjunjung tinggi kesopanan atau “unggah-ungguh” apabila:
a. Bertemu dengan tetangga.
b. Berhadapan dengan pejabat.
c. Berhadapan dengan orang yang lebih tua/dituakan.
d. Berhadapan dengan orang yang lebih mampu secara ekonomi.
e. Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya.
Sebagai “orang Timur”, orang desa sangat menjunjung tinggi kesopanan atau “unggah-ungguh” apabila:
a. Bertemu dengan tetangga.
b. Berhadapan dengan pejabat.
c. Berhadapan dengan orang yang lebih tua/dituakan.
d. Berhadapan dengan orang yang lebih mampu secara ekonomi.
e. Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya.
4. Guyub, kekeluargaan
Suasana kekeluargaan dan
persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam hati sanubari mereka.
5. Lugas
“Berbicara apa adanya”, itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat desa Pasireungit. Mereka tidak peduli apakah ucapannya menyakitkan atau tidak bagi orang lain karena memang mereka tidak berencana untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki. Masyarakat desa Pasireungit menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Sunda dalam bahasa kesehariannya.
“Berbicara apa adanya”, itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat desa Pasireungit. Mereka tidak peduli apakah ucapannya menyakitkan atau tidak bagi orang lain karena memang mereka tidak berencana untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki. Masyarakat desa Pasireungit menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Sunda dalam bahasa kesehariannya.
6. Tertutup dalam hal keuangan
Biasanya masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka.
7. Perasaan “minder” terhadap orang kota
Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat , baik secara langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong.
Biasanya masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka.
7. Perasaan “minder” terhadap orang kota
Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat , baik secara langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong.
8. Menghargai orang lain
Masyarakat
Pasireungit ingin menerima kedatangan mahasiswa yang mengadakan survei ,
walaupun kepada yang lebih muda mereka tetap menghargai.
9. Suka gotong-royong
Salah satu ciri khas masyarakat desa Pasireungit lainnya adalah gotong-royong. Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materil yang dikeluarkan untuk membantu orang lain. Mereka memiliki prinsip lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara.
9. Suka gotong-royong
Salah satu ciri khas masyarakat desa Pasireungit lainnya adalah gotong-royong. Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materil yang dikeluarkan untuk membantu orang lain. Mereka memiliki prinsip lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara.
10. Religius
Masyarakatnya dikenal cukup religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, dll.
Masyarakatnya dikenal cukup religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, dll.
B. Kebudayaan Masyarakat Pasir Reungit
Masyarakat Pasireungit merupakan suatu
masyarakat yang
memiliki keanekaragaman
di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata terlihat dalam beragamnya
kebudayaan. Tidak dapat kita pungkiri
bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi sumber kekayaan
bagi bangsa Indonesia. Tidak
ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki kebudayaan. Begitu pula
sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Ini berarti begitu besarkaitan antara kebudayaan dengan masyarakat. Kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya. Kebudayaan-
kebudayaan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Ini berarti begitu besarkaitan antara kebudayaan dengan masyarakat. Kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya. Kebudayaan-
kebudayaan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
Sistem Kepercayaan:
Pada
tiap-tiap bulan (Islam) Maulud dan bulan Rajab khususnya di malam Jumat di
puncak Gunung/Pasir Reungit kerap muncul cahaya berkilauan seperti cahaya lampu
neon. Maka, Rochman menambahkan pada bagian akhir catatannya bahwa Gunung/Pasir
Reungit adalah "situs": 1) ada keajaiban berupa cahaya pada lahan
tertinggi Gunung /Pasir Reungit;
2) ada
lubang berupa terowongan dari Sungai Cipeles hingga tembus ke lokasi tumpukan
batu yang berbentuk "persegi" adalah buatan manusia.
Dan masyarakat desa pasir
reungit masih ada yang suka mengadakan ritual nyarang ketika akan menghadapi
syukuran khitanan atau pun pernikahan.
Namun sebagian kepercayaan itu
sudah agak terhapus karena perkembangan zamn yang sudah modern.
Mata Pencaharian:
Pada umumnya mata pencaharian masyarakat
Pasireungit pada sekarang adalah mebeul. Yang paling terkenal adalah pengrajin
oncom karena pada dahulu sebagian besar masyarakat Pasireungit bermata
pencaharian sebagai pengrajin oncom.
Tari Umbul
Sistem Kebersihan
Pada umumnya
masyarakat desa Pasireungit sistem kebersihannya cukup baik. Contoh kecilnya:
pengrajin oncom juga membuang limbahnya tidak sembarangan, mereka membuangnya ke
kolam karena limbah oncom itu bisa menjadi makanan ikan. Yang kurang baiknya, mereka tidak membuat pembuangan limbah secara
khusus misalnya mereka membuat kolam yang jauh dari pemukiman penduduk karena
limbahnya menimbulkan bau yang tidak sedap.
C.
Struktur Masyarakat Pasir Reungit
Seperti wilayah lainnya di Pasireungit juga terdapat balai pertemuan
seperti desa. Pasirengit terdapat balai pengobatan seperti Puskesmas, mantri
dan juga bidan, teapi jumlahnya terbatas. Jadi jika mereka sakit mereka akan
berobat ke sana. Kebanyakannya mereka berobat ke mantri karena jaraknya yang
lebih dekat. Dalam berhubungan, baik antara tetangga, teman, penduduk maupun
orang yang berkunjung hubungannya baik. Mereka saling menghargai dan menghormati antara
sesama manusia.
Sekarang sudah tidak ada aturan
tertulis yang masih kuat dipegang oleh mereka. Dan tidak ada
tingkatan-tingkatan sosial.
D.
Sistem Medis di Pasir Reungit
Ada
beberapa persoalan tentang kesehatan yang
terjadi di masyarakat desa
Pasireungit.
Sementara, di daerah
pedesaan, sering dijumpai adalah keterbatasan
jumlah tenaga medis di desa Pasireungit, minimnya ketrsediaan infrastruktur
prasarana pelayanan kesehatan, dll. Kondisi ini menyebabkan:
a. Sulitnya masyarakat
dalam pemenuhan layanan kesehatan, contohnya:
1) Jika ada
ibu yang melahirkan, mereka membawanya ke bidan di desa Tomo.
2) Jika
anak-anak mau khitanan, mereka membawanya ke desa Kaso kandel karena belum ada
tukang sunat di daerah Pasireungit.
b. Perilaku
masyarakat yang acuh tak acuh terhadap kesehatannya sendiri atau keluarganya,
dll
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pasir Reungit adalah salah
satu desa penghasil oncom di daerah Sumedang. Masyarakat desa Pasireungit
memiliki ciri-ciri
atau dalam hidup bermasyarakat, yang
tampak dalam perilaku keseharian mereka. Namun demikian, dengan adanya
perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi,
terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”.
Masyarakat Pasireungit merupakan suatu
masyarakat yang
memiliki keanekaragaman
di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata terlihat dalam
beragamnya kebudayaan. Kebudayaan
tersebut masih ada yang dilestarikan dan ada juga yang hilang akibat
perkembangan zaman.
Seperti wilayah lainnya di Pasireungit juga terdapat balai pertemuan
seperti desa. Pasirengit terdapat balai pengobatan seperti Puskesmas, mantri
dan juga bidan, teapi jumlahnya terbatas
Sistem medisnya masih kurang karena keterbatasan jarak, tempat dan
tenaga medis yang tersedia di desa tersebut.
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
repository.upi.edu/operator/upload/s_l0451_033945_chapter4.pdf
www.google.com
0 komentar:
Post a Comment